Banyak hadits yang menerangkan kita untuk menuntut ilmu seperti pada hadits yang menerangkan kewajiban mencari ilmu bagi setiap laki-laki dan perempuan, mencari ilmu mulai ayunan sampai ke liang lahat, mencari ilmu walau sampai ke negeri Cina dan lain sebagainya. Hal itu menunjakan pentingnya ilmu dalam mengatur dan memberi penerangan kehidupan manusia. Karena dengan ilmu manusia bisa menguasai dunia, dengan Ilmu manusia bisa tau mana yang baik dan yang salah, dengan ilmu manusia tidak akan terjerumus ke dalam lubang kesesatan. bahkan pernah dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman diberi pilihan ilmu, harta, atau tahta. Nabi Sulaiman memilih ilmu, karena dengannya kedua hal lain yaitu harta dan tahta bisa didapat juga.
Ilmu berbeda dengan harta dan tahta. Ilmu itu ringan dibawa kemana-mana. Ilmu bagaikan sebuah biji yang dapat tumbuh menjadi pohon yang akan berbuah manis membawa manfaat bagi pemiliknya. Ilmu itu cahaya yang memberi penerangan supaya tak tersesat di jalan yang salah dan ilmu itu membawa manusia keluar dari lubang kegelapan. Ilmu itu bagai air, air yang memberi tanda adanya kehidupan. Ilmu itu bagai sistem MLM, dimana samakin disebar si akar sistem tetap akan terkena manfaatnya.
Namun pada kenyataannya banyak yang menganggap mencari ilmu dilakukan dalam masa putih-merah hingga putih-abuabu dan menganggap jika setelah keluar dari masa tersebut maka sudah tidak lagi mencari ilmu tapi merupakan masa pengimplementasian ilmu. Hal itu tentu sudah tidak sesuai dengan penjelasan hadits yang menerangkan kewajiban mencari ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat.
Disisi lain, ketika masa putih-biru seorang anak akan menjawab agar mendapat nilai bagus dan dapat masuk ke SMA favorit saat ditanya untuk apa dia tekun belajar. Begitu juga saat masa putih-abuabu, mau lanjut kemana setelah lulus? ke perguruan tinggi negeri kah? atau swasta? atau kedinasan??? banyak diantara mereka yang mencoba masuk ke kedinasan dengan alasan agar masa depan mereka lebih terjamin karena "pasti" akan mendapat pekerjaan. Lantas apakah sudah benar tujuan mereka belajar di perguruan tinggi untuk menuntut ilmu? atau untuk mendapat pekerjaan? seolah-olah nilai yang dikejar bukan pemahaman yang ditangkap.
Apa yang salah pada sistem pendidikan ini? manusia dilahirkan dengan berbagai macam perbedaan, perbedaan itu saling melengkapi antar kelebihan dan kekurangan sesama manusia. Anak kecil yang suka bernyanyi akan dimasukkan ke sekolah formal, Anak kecil yang suka menggambar akan dimasukkan ke sekolah formal, Anak kecil yang suka menari akan dimasukkan ke sekolah formal, dan anak kecil lainnya dengan keunikan dan bakat yang berbeda-beda akan dimasukkan ke sekolah juga. mereka dituntut agar bisa lulus "KKM" yang sama, kenyataannya tidak semuanya mampu mengusai semua bidang pastinya ada beberapa bidang yang tidak mampu dikuasai.
Lantas mengapa ada KKM? apakah seorang anak yang masuk ke sekolah akan dicetak dengan kemampuan sama? terus bagaimana dengan bakat yang mulai kecil sudah ada padanya? apakah hilang dilebur dalam standar kelulusan dalam sistem pendidikan ini? Bahkan untuk mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal itu tak jarang jalan tak jujur ditempuh. Banyak yang berorientasi pada hasil bukan proses. Tidak aneh jika bangsa ini kekurangan orang jujur jika untuk mencapai standar kelulusan lewat jalur yang salah.
Bicara mengenai KKM dan standar kelulusan, apa jadinya jika KKM dan standar kelulusan ini dihapus? masihkah seorang pelajar belajar setengah mati mengahadapi UTS, UAS, dan UN? atau santai-santai menghadapi ujian? kan ada teman. Coba bandingkan dengan kehidupan beberapa tahun silam, masa dimana kejujuran sangat dibanggakan, masa dimana nilai bukan menjadi beban pikiran, masa dimana "nama sekolah" tidak dipertaruhkan, masa dimana usia tidak menjadi penghalang untuk mencari ilmu. Generasi sekarang dijadikan sebagai generasi penyelesai soal, bukan generasi penyelesai masalah tanpa masalah.
Hal itu tidak sepenuhnya benar! ada sebagian kecil manusia yang tersisa dengan kejujuran dan keseriusan niat mencari ilmu dengan benar. Lantas siapakah sebagian kecil dari generasi sekarang yang benar-benar niat mencari ilmu? apakah aku? kamu? dia? kita? atau mereka?
Permasalahan tak berhenti begitu saja setelah manusia berhasil keluar dari lubang kegelapan. Manusia lagi-lagi dihadapkan pada bagaimana dia harus menggunakan dan membagikan ilmunya. Sungguh sia-sia jika seorang yang berilmu namun dia hanya memberi manfaat pada dirinya sendiri dan tidak berpengaruh terhadap lingkungannya. Orang seperti itu tergolong dalam kriteria Manusia Mubah yaitu adanya dia dan tidak adanya dia tidak ada perbedaan. Harusnya orang yang berilmu itu minimal menjadi Manusia Sunnah yang keberadaannya memberi dampak lebih baik, terlebih dia menjadi Manusia Wajib yang selalu dinanti-nanti kedatangannya karena membawa manfaat yang besar. Jauh dibawah rasa sia-sia, manusia akan celaka jika dia salah menggunakan Ilmunya. Ilmu yang dimilikinya malah membuat alam ini semakin rusak dan hancur. Kehadirannya tentu sangat tidak diharapkan oleh masyarakat.
Tentunya sebagai Pencari Ilmu tipe Manusia Wajib-lah yang sangat diharapkan, namun dalam perjalanan mewujudkan hal itu banyak batu pengganjal yang terbentang melintang di sepanjang jalan. Semua itu akan terasa mudah jika niat mencari Ilmu sudah benar . . .
Ilmu itu menjaga manusia tetapi harta itu dijaga manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentar untuk menjadi lebih baik . . .